Pernikahan adat Betawi merupakan salah satu tradisi pernikahan yang masih sangat dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Betawi hingga saat ini. Pernikahan adat Betawi memiliki urutan dan tata cara yang khas, yang menggambarkan kekayaan budaya dan tradisi yang dimiliki oleh masyarakat Betawi.

Pernikahan adat Betawi biasanya dimulai dengan prosesi lamaran, di mana pihak calon pengantin pria akan datang ke rumah calon pengantin wanita untuk melamar. Setelah lamaran diterima, maka dilakukan prosesi pertunangan yang disebut dengan “siraman”. Selama prosesi siraman, kedua pengantin akan mandi bersama dengan air hujan yang diambil dari atap rumah.

Setelah prosesi siraman, dilanjutkan dengan acara hantaran atau “seserahan”. Pihak keluarga pengantin pria akan membawa hantaran berupa makanan, baju, dan perhiasan untuk calon pengantin wanita. Selain itu, hantaran juga berisi simbol-simbol yang melambangkan keharmonisan dan kesatuan dalam pernikahan.

Prosesi selanjutnya adalah akad nikah yang dilakukan di hadapan seorang kadi atau pemuka agama. Setelah akad nikah selesai, dilakukan acara resepsi pernikahan yang dihadiri oleh keluarga dan kerabat kedua belah pihak. Selama resepsi, biasanya dilakukan acara tari-tarian dan musik tradisional Betawi yang menambah meriah suasana pernikahan.

Pernikahan adat Betawi juga memiliki tradisi yang unik, seperti prosesi “ngarak pengantin” di mana kedua pengantin akan diarak keliling kampung menggunakan kuda atau kereta kencana. Selain itu, ada juga tradisi “beringin sungsang” yang dilakukan setelah pernikahan sebagai simbol kesetiaan dan hubungan yang kuat antara kedua belah pihak.

Dengan menjaga dan melestarikan pernikahan adat Betawi, masyarakat Betawi berharap dapat mempertahankan identitas budaya dan tradisi leluhur mereka. Pernikahan adat Betawi tidak hanya sekedar acara formal, namun juga memiliki makna dan filosofi yang dalam yang mengajarkan nilai-nilai kebersamaan, keharmonisan, dan kesetiaan dalam sebuah hubungan pernikahan.